Wednesday, September 22, 2021

PENDIDIKAN YANG BERKEBUDAYAAN

https://mmc.tirto.id/image/otf/500x0/2021/02/25/sekolah-rakyat-indobesia

Dengan belajar dari sejarah, kita bisa bercermin betapa pentingnya basis budaya – pendidikan sebagai pengungkit kebangkitan bangsa. Lahirnya Budi Utomo(BU),20 MEI 1908, ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional oleh Presiden Soekarno sejak 1948, dalam ikhtiar untuk menggalang persatuan nasional. Tatkala Republik muda yang harus menghadapi agresi Belanda justru dirundung perpecahan politik. Alasan memilih BU kemungkinan karena organisasi ini merupakan pergerakan modern yang moderat, yang dalam usaha mentransformasikan dirinya menjadi partai politik tak berkelanjutan. Dengan itu, organisasi ini tidak menjadi bagian dari pihak – pihak yang bersengketa di masa revolusi.

Apa pun alasannya ,penetapan BU sebagai penanda kebangkitan itu harus dilihat  sebagai pars pro toto; menunjuk salah satu untuk menggambarkan seluruh kemunculan berbagai organisasi sejenis yang memperjuangkan kemajuan abad ke-20. Lepas dari itu, kelahiran BU dan organisasi lain semasanya itu tidaklah bergerak dari ruang hampa, melainkan bertolak dari krisis sosial – ekonomi dan di atas jalan pergerakan yang telah dikatakan oleh para perintis.

Menurut perspektif teori gerakan sosial, kemunculan gerakan sosial itu melewati semacam siklus kehidupan, mulai dari fase pembenihan, pembentukan, dan konsolidasi. Gerakan sosial jarang muncul secara spontan, pada umumnya memerlukan masa persiapan yang panjang. Tak ada gerakan sosial yang muncul hingga menemukan suatu peluang politik yang tersedia, suatu konteks problem – problem sosial dan juga suatu konteks komunikasi, yang membuka kesempatan bagi pengartikulasian problem dan penyebarluasan pengetahuan.

Sebagai gerakan sosial, kebangkitan nasional menemukan masa pembenihannya sejak akhir abad ke-19 , sebagai akses politik pendidikan rezim liberal. Dalam usahanya memperluas birokrasi pendukung bagi industri perkebunan, rajin liberal memerlukan sekolah keguruan untuk menyiapkan tenaga teknis. Maka dari itu, salah satu institusi pendidikan modern yang pertama kali didirikan adalah sekolah pelatihan guru pribumi; dimulai di Surakarta pada 1851/1852, disusul beberapa sekolah serupa baik di dalam maupun di luar Jawa terutama setelah 1870.

Hingga akhir abad ke-19 , peran guru dalam mempromosikan wacana kemajuan sangatlah menonjol, setidaknya karena 2 alasan. Profesi guru pada masa itu menghimpun porsi terbesar dari orang – orang pribumi berpendidikan terbaik, dan sebagai pendidik mereka merasa terpanggil untuk mengemban misi suci untuk mencerahkan saudara – saudara sebangsanya. Selain itu, profesi guru kurang dihargai dibanding posisi administratif, sehingga menstruasi mereka untuk menjadi artikulator konsep kemajuan, dalam rangka menjadikannya sebagai tolok ukur baru dalam menentukan privilese sosial. Gagasan kemajuan dan kritik kaum guru terhadap kondisi yang ada diartikulasikan melalui media cetak dan berbagai perkumpulan yang mereka dirikan , seperti soeloeh(sejak 1899), serta perkumpulan guru yang paling berpengaruh, mufakat guru, dengan keanggotaan di berbagai Kabupaten di Jawa.

Sementara itu, pada tahun – tahun terakhir abad ke-19, perekonomian liberal yang dikembangkan dengan eksploitasi yang kejam atas buruh Indonesia mengalami krisis akut. Krisis berkelanjutan dalam kehidupan sosial – ekonomi terjadi akibat stagnasi ekonomi, kegagalan panen, penyakit ternak, kelaparan dan keringanan kesehatan akibat gizi buruk dan berbagai wabah penyakit. Beragam katastrofi sosial itu lantas menciptakan iklim opini dan atmosfer politik baru di negeri Belanda. Partai – partai cenderung mendukung aktivitas negara dalam persoalan ekspansi dan efisiensi perekonomian, termasuk perbaikan kesejahteraan di tanah jajahan.  Lewat pemilihan umum pada tahun 1901, partai Kristen tampil sebagai pemenang, menjadikan liberalisme sebagai kredo usang, digantikan oleh Politik Etis.

Di bawah politik etis, pendidikan,  irigasi, dan transmigrasi menjadi prioritas program kesejahteraan, dengan pendidikan dipandang sebagai hal yang paling esensial. Di mata bapak gerakan etis, Th. Van Deventer, meningkatnya kesejahteraan kaum pribumi sulit dicapai tanpa adanya personel pribumi yang cukup terlatih untuk menjalankan tugasnya. Lewat pendidikan, ia memimpikan kelahiran kembali hindia.

Di bawah rejim pendidikan etis, pada 1900 – 1902, sekolah dokter Djawa, yang berdiri sejak akhir abad ke-19, diubah menjadi school tot opleideing Van inlansche artsen (STOVIA). Lama belajar diperpanjang menjadi enam tahun tahap inti pengajaran kedokteran (geneeskundige), setelah mengikuti 3 tahun masa persiapan, yang membuatnya setara dengan tahun – tahun awal perguruan tinggi. Hal ini menempatkan STOVIA sebagai jenjang pendidikan tertinggi yang tersedia di hindia awal abad ke-20. Sejumlah mahasiswa dari sekolah inilah yang melanjutkan tingkat estafet kemajuan dari kaum guru,  dengan mendirikan BU.

Gerakan kebangkitan yang diperjuangkan Soetomo dan kawan – kawan itu tidaklah datang secara tiba – tiba, melainkan hasil usaha sadar untuk belajar dan berjuang . Dari manakah usaha kebangkitan nasional itu harus dimulai? Dari semangat zaman yang menyadari pentingnya fajar budi lewat pendidikan yang berkebudayaan. Kesadaran itu bukan hanya tercermin dari kelahiran Budi Utomo( keutamaan budi), tetapi juga dari organisasi sezaman , seperti jamiat khair(perkumpulan kebajikan budi), dan juga Tri Koro Dharmo( tiga tujuan mulia: sakti,budi,bakti). Singkat kata, budi pekerti (budi daya/budaya) dijadikan tumpuan utama kebangkitan dan kemajuan.

Agen utama dalam menggerakkan kebingungan budi itu adalah kaum muda. Pendirian BU merupakan percobaan berani dari minoritas kreatif pada zamannya untuk bangkit dari keterbelakangan dan keterjajahan dengan memperjuangkan gerakan kemajuan. Gerakan kemajuan yang dilpelopori oleh para pemuda( berusia antara 19-21 tahun) itu dilakukan utamanya melalui pemupukan modal budaya(pengajaran, kebudayaan) : mengupayakan akses pendidikan yang lebih luas bagi kaum pribumi, penggalangan beasiswa, dan revitalitasi budaya.

Pemupukan modal budaya itu kemudian diperkuat oleh modal politik dengan berusaha melahirkan kepemimpinan baru. Dengan melancarkan kritik terhadap kegagalan kepemimpinan lama dalam melindungi kepentingan rakyat, BU pada awalnya( sebelum dikooptasi priyayi tua) berusaha menghadirkan kepemimpinan baru, dengan menerapkan manajemen modern yang mengandalkan keunggulan pikiran( meritokrasi ) ketimbang keturunan. Langkah – langkah rintisan BU ini, lewat persambungannya dengan gerakan – gerakan kebangkitan yang lain, melahirkan gelombang perubahan berskala nasional yang membuka jalan bagi kebangkitan dan kemerdekaan Indonesia.

Created by : M. Riyan Ramadhani, Jurnal Warna MAN 2 Kota Bogor

No comments:

Post a Comment

KETIKA HUJAN TURUN

  https://asset.kompas.com Sore itu di jalan O tista , Bogor,   seorang kakek bernama Sarmin yang masih setia menjaga tempat percetakan ke...